KUTIM – Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata di Kutai Timur (Kutim) belum dapat dimaksimalkan sepenuhnya menyusul tertundanya pemungutan retribusi wisata.
Meskipun Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum utama telah disahkan, proses operasional penarikan biaya masuk masih terganjal oleh belum terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) sebagai aturan teknis pelaksana.
Kepala Dinas Pariwisata Kutim, Nurullah, menjelaskan bahwa regulasi turunan tersebut sangat vital.
Menurutnya, Perbup akan berfungsi sebagai dasar hukum yang mengatur secara rinci mekanisme
penarikan biaya masuk di setiap objek wisata.
Tanpa adanya aturan teknis ini, dinas belum memiliki legitimasi yang kuat untuk memulai kegiatan pemungutan di lapangan.
Meskipun demikian, Dispar Kutim tidak berdiam diri dan telah mengambil langkah persiapan. Sejak
September lalu, sosialisasi intensif kepada para pengelola objek wisata telah gencar dilakukan guna
memberikan pemahaman tentang pentingnya kontribusi sektor ini terhadap PAD.
Selain itu, aspek teknis seperti pencetakan tiket resmi juga tengah disiapkan untuk memastikan akurasi transaksi dan meminimalisir potensi kebocoran pendapatan.
Nurullah juga menyampaikan bahwa peningkatan kunjungan wisata yang didorong oleh Dispar akan
memberikan dampak tidak langsung pada penerimaan daerah melalui peningkatan okupansi hotel dan
penginapan.
Walaupun pajak hotel dan restoran dicatat di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), ia menegaskan bahwa semakin banyak wisatawan yang berkunjung, semakin besar pula penerimaan pajak dari sektor-sektor penunjang tersebut.
Dengan rampungnya sejumlah perbaikan fasilitas wisata pada tahun 2024, Nurullah optimis potensi pendapatan dapat dioptimalkan segera setelah Perbup diterbitkan
dan sistem pemungutan mulai berjalan penuh. (adv)













