KUTIM – Arus informasi digital yang tak terbendung, terutama di media sosial, telah menimbulkan persoalan serius bagi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berupa penyebaran disinformasi yang memicu kegaduhan. Informasi yang tidak diverifikasi sering kali langsung diterima publik sebagai kebenaran, bahkan jika berasal dari sumber luar daerah, sehingga Pemkab kesulitan melakukan klarifikasi cepat.
Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandian (Diskominfo Staper) Kutim, Ronny
Bonar, menegaskan bahwa derasnya informasi digital tidak diimbangi dengan budaya klarifikasi yang
memadai, membuat isu tak berdasar mudah memengaruhi persepsi publik. Ronny menyoroti kasus viral
mengenai isu alokasi APBD Kutim sebesar Rp600 miliar kepada seseorang, yang beredar luas tanpa
adanya konfirmasi resmi dari Bupati Kutim.
Ronny menekankan bahwa disinformasi semacam ini menciptakan situasi yang bias dan merugikan
pemerintah daerah, karena masyarakat mudah terpancing oleh narasi provokatif. Untuk membendung
informasi liar, Diskominfo Kutim sedang berupaya memperkuat ketahanan informasi digital. Selain itu,
mereka tengah mengusulkan pembentukan unit pemantau konten digital yang bertugas menganalisis isu
dan mendeteksi dini disinformasi, guna mencegahnya berkembang menjadi kegaduhan yang lebih besar
di masyarakat. Ronny berharap masyarakat lebih selektif dan memverifikasi sumber informasi sebelum
mempercayainya. (adv)













